ROYALTY - EPS 1

Rintikan hujan terdengar, bergema memenuhi isi suara dalam ruangan yang sepi ini. Aku masih berbicara dengan suara itu.
KRING,,,KRING,,,KRING,,,Seketika suara bell berbunyi dan membuyarkan lamunanku. Aku memutuskan pembicaraan ku dengan wanita yang tidak kelihatan itu, kalau tidak salah Sherrine namanya.
Aku segera berjalan cepat kearah pintu keluar ruangan ini karena aku telah berjanji dengan teman-temanku untuk makan siang dikantin.
Tiba-tiba professor pembimbing memanggil ku. "Ms. Parson, apakah anda baik-baik saja? Apakah anda sedang sakit?"
"Tidak Sir. Maafkan saya"
"Ku pikir kamu sedang sakit, jagalah kesehatan mu, kamu masih remaja. Kamu baru berumur 18 tahun, tidak seharusnya kamu mempercepat sekolah mu dan meninggalkan teman-teman mu"
"Ini adalah pesan terakhir mama ku sebelum ia tiada. Mereka menginginkan ku untuk mengetahui kebenaran akan dunia yang ada di bumi ini dan aku sudah membulatkan keputusanku ini untuk menjalani pengajaran sebagai Arkeolog, dan apapun yang terjadi nanti akan saya tanggung"
"Anda benar-benar sangat ambisius, tapi kelihatannya anda lelah, mungkin proyek di Mesir lebih baik dibatalkan khusus untuk kamu"
"Loh mengapa Sir?"
"Ku pikir kamu lebih tertarik pada urusan werewolf bukan? Lagi pula penelitian tentang werewolf di Perancis juga masih dua minggu lagi, jadi kamu bisa menenangkan pikiran kamu"
"Oh baiklah sir aku terima, terimakasih"
"Ya sama-sama. Oh ya satu lagi"
"Ya?"
"Nanti kamu akan dihampiri oleh seorang pria. Dia akan mengantarmu ke pemilik proyek ini"
"Ok sir. Thanks"
Jawabnya singkat dengan angukkan kecil sambil menatap dokumen-dokumen tebalnya.
Entah mengapa tiba-tiba hatiku benar-benar sangat bahagia, rasanya seperti aku diundang untuk menghadiri pesta yang diadakan oleh para Dewa Yunani dan aku menjadi tamu terhormat mereka.
"Akhhhh dewa Yunani lagi!" Ucapku kesal—aku berbicara sendiri sambing menepak-nepak kelapaku.
"Sudahlah lepaskan kalungnya! Biarkan aku bebas aku bosan didalam sini terus"
"Apakah aku sudah gila?"
"Tidak Stella! Kamu tidak gila. Ayolah berhenti membohongi dirimu sendiri, apakah kamu tidak capek?"
"Hah maksudnya apa sih?? Kupikir aku harus segera pergi ke Psikiater"
"Percayalah dengan kemampuan dirimu sendiri"
Seketika ada suara yang membuyarkan pembicaraan aneh dalam diriku. "Dor!! Hai Goddest Of Anti Lope"
"Hah? Apaan sih kamu Hil?" Tanyaku kebingungan.
Hilda adalah sahabat baikku sedari awal aku berkuliah disini. Dulu aku tidak memiliki teman satupun disini karena perbedaan umurku yang agak jauh dengan mereka, 8 tahun. Hilda datang bagaikan malaikat, ia memperkenalkan ku dengan banyak orang disini. Beberapa ada yang jadi sahabat baikku juga seperti Anna, Aldrick, Jennifer. Mereka semua baik kepadaku dan aku sekarang akan bersama mereka nanti saat proyek di Perancis untuk mencari jejak keberadaan Werewolf. Mereka belum mengetahuinya mungkin bisa menjadi bahan kejutanku untuk mereka, saat telah sampai dikantin.
"Ayo ikut sama aku, aku akan mentraktir kamu makan di kantin. Sttt... jangan bilang-bilang sama mereka yah!!"
"Ia siap boss, baik deh" Jawab ku sambil tersenyum kuda.

KANTIN universitas ini begitu sangat ramai bak sarang semut. Aku bersama Hilda menuju ke meja yang paling besar dengan posisi di sudut ruangan besar ini. Kami menempati meja ini karena jarang sekali ada orang yang mau duduk di meja ini. Konon katanya waktu dulu, ada orang yang meninggal di meja ini karena terkena serangan jantung. Yah tapi kami tidak perduli hahhaa. Liat tugas menumpuk saja rasanya seperti berada di dalam neraka.
"Haii semuaaa....." Ucapku setengah melompat.
"Hai, mau pesen apa kamu, sekalian sama aku...." Ucap Jenni sambil tersenyum manis kepada ku.
"Aku bareng sama Hilda, jen. Makasiihh" Jawabku membalas senyumannya. Aku sangat menyukai wajah Jenni yang sangat manis karena di kedua pipi nya terdapat sepasang lesung pipit. Jadi iri deh,,, andai saja aku bisa semanis dia,, mungkin aku bisa mendapatkan pria sepe——- Aisshh aku berpikiran aneh lagi.
Hilda menghampiri kami dengan membawa dua buah kotak styrofoam. Aku tidak tahu apa isinya tapi aku pasti sangat suka.... karena seluruh barang atau makanan yang diberikannya pasti aku sangat menyukainya. Karena selera dan pikiran kita sama... betapa beruntungnya aku memiliki sahabat seperti dia.
Kubuka styrofoam itu dan ternyata benar, Hilda membawakan makanan kesukaanku yaitu, Fettuccine Carbonara. Wah sangat lezat sekali... aku segera mengambil garpu yang berada di tangan Hilda lalu melahap besar Fettuccine ku. "Ahh rasanya seperti berada di surga..."
***
Seperti biasa, kami makan tanpa pembicaraan. Biasanya kami baru memulai pembicaraan kami setelah selesai makan. Bila ada yang belum selesai makan, mau tidak mau kami harus menunggu yang lain selesai makan.... opini ini dibuat oleh Aldrick, mengapa? Karena ia tidak suka seseorang makan sambil berbicara.
Aku selesai makan terlebih dahulu, aku menunggu Hilda selesai makan, dia sangat lama kalau sedang makan. Tapi mulutku benar-benar tidak bisa menahan untuk tidak memberi tahu mereka... aku galau dan aku akan melanggar peraturan yang dibuat kami. Mungkin aku akan dihukum untuk mengerjakan seluruh PR mereka, mungkin..
"Hei kawan, aku memiliki sebuah rahasia loh"
Sekejap mereka menatapku lalu menulis sesuatu dalam HP nya.
HP Aldrick; "Kamu dihukum"
HP Jenni; "Kerjakan PR ku, wahai anak GENIUS"
HP Anna; "Traktir aku makan selama 1 minggu"
HP Hilda; "aku memaafkan mu, hahaah"
"Oh jadi gitu, kalian tidak ingin mengetahui nya ya?"
Mereka semua serempak menggelengkan kepala mereka dan menatap sinis kearahku. Yah bodo amat dah aku tetap ingin mengatakannya kepada mereka, toh sudah terkena hukuman ini.
"Aku akan pergi bersama kalian ke Perancis lohh"
Aldrick kembali mengeluarkan HP dari sakunya dan mengetik lagi, betapa lucunya mereka.
HP Aldrick ; "mau apa?"
"Mau ikut meneliti bersama kalian lah,,, udh mendapat izin lagi, aku.. "
Aldrick menjatuhkan HP nya lalu segera memelukku, Hilda dan Anna menyemburkan minumannya dan tersedak, Jenni berjalan santai lalu mengecupku. Hahha mereka sungguh teman yang baik.
"Woahh... you're the best Stella!" Ucap mereka bersamaan. Betapa bahagianya aku sekarang.
Tiba-tiba terdengar suara dehaman dari arah belakang kami. Kami dengan otomatis menoleh kearah suara tersebut. Disitu berdirilah seorang yang tidak dikenal yang berbadan bidang, tinggi, seksi? Argghh sial pikiranku mulai-mulai lagi. Pasti sekarang wajahku benar-benar sangat merona.
"Ms. Parson?"
"Ya, saya sendiri. Ada apa?"
"Anda dipanggil oleh Mr. Grosvenor"
"Baiklah, aku pergi dulu ya semua. See you later"
"Ya, see you"
Aku mengikuti ia berjalan, jalanannya begitu sangat jauh. Kami memasuki bangunan tua yang sudah jarang dipakai, kalaupun dipakai juga pasti hanya professor saja yang boleh memasukinya.
Bangunan tua ini benar-benar sangat kotor, berdebu, bau. Tapi aku tidak berani berkomentar tentang itu, bisa-bisa aku sudah ditolak sebelum proyek dilakukan.
Kami melewati lorong-lorong ruangan berdebu, pria itu berhenti disebuah pintu besar, tidak..., aku salah. Pintu ini benar-benar SUPER besar.
Pria itu membukanya lalu mempersilahkan aku masuk. Aku memasukinya sambil menunduk pelan kepadanya.
"Aku Petrus, Petrus Morhange"
"Oh, aku Stella"
Dia hanya membalas dengan anggukan kecil. "Betapa dinginnya dia? Untuk apa wajah tampannya dipasang di kepalanya kalau orangnya saja sedingin itu?"

Kami kembali melewati banyak lorong-lorong sempit maupun besar. Bedanya sudah tidak berdebu lagi. Disini sangatlah luas bahkan ada satu hal yang benar-benar membuatku terkejut.
Kami melewati sebuah jembatan yang terbuat dari kaca. Aku terkagum-kagum sampai aku tersandung dengan kaki ku sendiri. Hahaha makhlum, aku belum pernah melihat tempat seindah ini.
"Kau tidak apa-apa nona?" Ucapnya sambil membantuku berdiri.
"Ya aku tak apa, terimakasih" Jawabku merona. Ya Tuhan, parfume nya begitu harum. Wanginya sangat mempesona.
Aku kembali berjalan dibelakangnya, aku menoleh kearah kanan jembatan kaca yang sangat panjang ini. Disana banyak sekali bunga-bunga berwarna ungu, bentuknya seperti bunga Aconitum yang biasanya digunakan sebagai Wolfbane. Tapi entahlah mungkin itu hanya imajinasi ku.
Ketika aku menoleh kearah kiri, aku melihat ada banyak kuburan aneh. Seperti kuburan kuno yang sudah tak terurus. Aku bingung, aku mulai merasa aneh dengan semua ini. Mengapa hanya aku yang dipanggil? Kenapa seluruh temanku tidak? 

***
Aku memasuki sebuah pintu besar. Sepertinya ini kamar, bukan kantor.
"Nona silahkan duduk di sofa itu," Ucap Petrus. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan kecil dengan memasang wajah agak sedikit bingung.
Aku merasa aneh, sedari tadi aku masih saja mencium bau mayat, padahal dari tadi tidak ada mayat yang kulewati.
Bau mayat itu semakin mendekat,
Lebih dekat,
Sangat dekat,
"Ada apa?" Ucap suara Bass dari arah belakangku. Aku segera bangun dan lari terbirit-birit, tiba-tiba pria itu merangkul ku begitu saja dengan dada telanjangnya.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya nya. Aku terkejut melihatnya telanjang dada, dia terlihat seperti baru saja selesai mandi. Tapi mengapa tubuhnya seperti bau mayat. Aku menatapnya aneh. Dan satu lagi, aku lari sejauh ini apakah ia bisa berlari secepat itu? Ah mungkin aku hanya sedang kurang sehat.
"Apa ada yang mengganggumu?" Tanya ia kembali.
"Hmm... itu,, anu... tu-tubuhmu bau busuk" jawabku ragu, tapi mau bagaimana lagi dari pada aku tidak tahan dengan bau tubuhnya itu.
Dia hanya mengerutkan kening dan mengecutkan bibir lalu meninggalkanku ke arah pintu besar, yang sepertinya adalah toilet. Aku memutuskan untuk kembali terduduk di soda itu.
Beberapa menit kemudian, ia keluar dari toilet itu. Ia mengenakan sebuah celana panjang kantoran serta kemeja putih yang setengah basah sehingga lekuk tubuhnya mengecap di pakaian tersebut.
Ia mendekatiku lalu terduduk di sebelahku. "Apakah aku masih bau nona?" Tanya nya lgi. Dia benar-benar lelaki banyak tanya.
"Ya sedikit, tetapi tidak seperti tadi"
"Baiklah ayo ikuti saya. Oh ya, nama saya Simon Grosvenor. Salam kenal" Ucapnya sambil membuka pintu ruangan ini dan mempersilahkan aku keluar bersamanya.
"Aku Stella Pa—"
"Parson" Jawabnya sigap. Mungkin ia tidak sabaran dengan cara bicaraku yang sangat lambat seperti manusia TELMI. 

***
Kami berjalan melewati banyak lorong-lorong lagi. Tapi kami tidak melewati lorong yang tadi kami lewati melainkan lorong yang sangat panjang dan gelap, dipenuhi dengan berbagai macam lukisan. Ada lukisan Dewa, Dewi, dan Para Vampire. Entah itu benar atau tidak tuan tersebut bilang seperti itu kepada ku.
Lalu kami memasuki sebuah ruangan besar. Aku terkejut, ruangan itu berjsi banyak buku, alat perang, patung-patung, tapi yang paling ku kagumi adalah sebuah Gelas Kaca yang begitu indah yang di hiasi oleh batu-batu kristal. Wah sepertinya mereka sungguh kaya.
"Apakah aku bisa memiliki Gelas itu?" Tanyaku lancang.
"Ya kamu boleh memilikinya, Kawan lama"
"Hah?"
"Suatu saat kamu akan mengetahui jawabanku dan kamu akan kembali lagi kesini " Ucapnya.
Aku masih memikirkan kata-kata tersebut. Aku melamun dan memilih untuk diam lalu mengikuti  kemana ia berjalan.
Dia mengajakku ke sebuah ruangan, yang diisi dengan banyak lemari kaca yang berisi otak, kelelawar, manusia buruk rupa, dan ....
"Bingung yah? Yang sebelah kiri Werewolf, sebelah kanan Vampire, yang ditengah itu Penyihir, yang disebelahmu Shadow Hunter, yang disebelahku Hybrid. Hybrid percampuran iblis,werewolf, vampire, penyihir, dan shadow hunter"
"Hah?"
"Kamu dan aku itu salah satunya bodoh" Ucapnya sambil mengacak-acak rambutku.
"Maksudnya?"
"Sudah jangan banyak bertanya, kamu hanya perlu ingat aku. Aku akan selalu menjagamu, menggantikan ibumu. Ingat itu"
"Aku masih ti—"
"Sudah ayo kita keluar dari bangunan tua ini, kamu punya jadwal mengajar kan di kelas malam? Proffesor kecil"
"Ia aku masih punya jadwal mengajar"
"Ok aku akan mengantarmu, jangan bilang-bilang yah kalau kita baru saja bertemu dan membahas soal aneh ini"
Aku hanya menjawab dengan anggukan kecil. Dia mengajak ku melewati sebuah tangga melingkar yang tingginya mungkin 10 lantai ruangan? Kalau tidak salah.
Simon membukakan pintu mobilnya untuk ku. Aku memasukinya canggung dengan rasa malu-malu. Yh karena tidak ada yang pernah membukakan pintu nya kepadaku seperti ini, kecuali Samuel.
Wait,,, tunggu. Siapa itu Devon? Aku tidak pernah memiliki teman yang bernama Devon, adanya juga Daven. Ah selertinya setelah ini aku harus pergi ke psikiater.
***
Hujan deras menuruni dan membasahi kota besr yang kutempati ini, yaitu New York. Aku memandangi kaca jendela Mobil tanpa henti. Aku memperhatikan bagaimana cara seseorang memungut sampah, melindungi pasangannya dari hujan, dan mencium bibir pasangannya.
kami berhenti di kawasan bangunan baru perkuliahan. Aku segera melepaskan seatbelt lalu bergegas keluar. Tanpa sadar, Aku menabrak dada bidang Simon yang sedang berdiri didepan ku dan memengang kokoh payung diatas kepala ku.
Aku merona, ya Tuhann kapan aku bisa memiliki pasangan yah? Aishhh pikiran jomblo ku keluar lagi.
"Te-terimakasih aku harus segera masuk" Ucapku segera berjalan meninggalkannya. Tapi aneh mengapa dia tetap mengikutiku yah?
"Kok kamu ikutin aku terus sih"
"Mau liat cara pengajaran kamu"
"Oke" Jawabku sambil ber-okeria.
Kami berdua menuju ke dalam ruangan yang hanya diisi oleh 10 murid, salah satunya si Simon ini. Aku segera memulai pengajaran yang membahas tentang Konspirasi kematian Queen Elisabeth 1 sebagai bahan simulasi proyek-proyek lainnya. Mengapa harus Konspirasi Queen Elisabeth 1? Karena masalahnya begitu kompleks dan membutuhkan banyak pola pikir yang sangat tinggi. Sehingga para muridku bisa memegahkan berbagai masalah dengan kepala dinginnya.
Aku mematikan lampu pada ruanganku dan menyalakan sebuah proyektor 5 dimensi yang baru saja kubeli kemarin. Aku juga terkejut bahwa proyektor 5 dimensi jni benar-benar sangat keren sekali.
SELESAI jam pengajaranku. Aku tidak sadar bahwa Simon telah pergi meninggalkan kelas ku dan aku hanya tercengang karena ia pergi meninggalkan sebuah surat yang berisi;
Sampai bertemu lagi nanti.
-Simon, your BFF-



Gimana guys? Panjang kan...
semoga suka bacanya ya, update 2 hari kedepan hehehe makasih ❤️

Comments

Popular posts from this blog

Sekolahku SMP Santa Maria

Pengaruh Jejaring Sosial Terhadap Perilaku Remaja

PROLOG